Multikampus Pukul Satu Pagi

Teman-teman, suatu waktu, karena rapat tertentu, saya pernah pulang dari kampus pukul satu dini hari. Bayangkan, pukul satu pagi, di Jatinangor, dan berjalan kaki, sungguh bukan suatu momen yang ingin kalian rasakan. Sepagi itu, multikampus sepi dan sunyi, yang terdengar hanyalah suara desir angin, desis ular, dan cekikikan teteh Kunti yang bergelantungan di pohon-pohon tinggi dekat Lab kehutanan

Di perjalanan, untuk mengusir rasa seram dan sepi, saya mulai menenggelamkan diri dalam alunan musik di earphone dan berjalan cepat-cepat menuju kamar saya
Namun, langkah saya terhenti oleh suatu tepukan di pundak, dan bisikan lenbut di belakang telinga saya: "Hayang kamana, Kang?" Dada saya terguncang, napas saya tersengal, dan kaki saya kaku diam di tempat, saya kumpulkan keberanian dan menjawab: "Abdi bade ke kamar, ulah ganggu abdi atuh, teh...". Kemudian, tiba-tiba saja sosok itu berjalan ke depan muka saya, saya tidak akan pernah melupakan tatapannya sampai saat ini, matanya yang merah dan rambutnya yang berantakan itu sangat mudah dikenang. Momen tatap-tatapan itu berlangsung selama beberapa detik sampai akhirnya si teteh berkata: "Oalah, boleh ikut, kang?". Dor, kesadaran saya tumbang seketika.

Apa pun yang terjadi, yang saya ingat di pagi harinya saya sudah berada di kamar tidur saya, dan, well, ternyata semua itu hanya mimpi, kecuali sepinya multikampus yang memang fakta, teteh Kunti yang mungkin saja ada, dan manusia di dalamnya yang lebih peduli pada diri sendiri daripada membangun rumah mereka bersama. Entahlah, sepagi ini saya malah jadi berpikir, mana yang lebih menakutkan? Multikampus tujuh pagi yang sepi seperti tanpa penghuni atau satu dini harinya yang ramai dengan Kunti dan dedemit lain yang haha hihi, saya pikir keduanya sama seramnya, hihihi

Ohiya, saya dengar tahun ini, petinggi multikampus membuat sebuah rencana, strategis katanya dan berjangka panjang. Usaha yang baik tentu patut diapresiasi, saya acungi dua jempol untuk itu, empat dengan dua jempol kaki jika perlu. Namun, terkait pelaksanaannya, dengan kondisi psikologis dan sosial yang dikenai pandemi berkepanjangan, rasa-rasanya kok jadi akan sulit sekali? Entahlah, sebagai mahasiswa tua yang sering ditatap dosen dengan tatapan "Hei, cepatlah lulus, saya bosan menatap hidung pesekmu itu", jika saja memungkinkan, saya ingin berpesan kepada penghuni multikampus selanjutnya, yang tentunya menjadi eksekutor rencana ini, begini pesannya:

Ayolah, kawan... Kau tahu apa arti rencana, kan?
Itu hanyalah setumpuk mimpi yang kau beri daftar isi di halaman pertamanya, dan seremoni untuk mengesahkannya
Dan seperti semua mimpi, akan tetap menjadi mimpi jika kau tidak bangun dari tidur dan mulai bergerak menjalankan rencana itu

Sebenarnya, masalah terbesar dari rencana jelas ada pada seberapa besar keinginanmu untuk bangun dari mimpi yang ideal itu, bukankah lebih nyaman di kasur empukmu dan hidup dengan fokus pada diri sendiri? Well, silahkan kamu pertimbangkan kembali, rencana ini apakah memang harus dilaksanakan, ditunaikan, atau akan lebih baik jika dibuatkan museum dan dipajang pada bingkai emas sebagai sebuah cita-cita saja?

Ingatlah, teman-teman, hidup di kampus tidak selama itu, buat apa kamu memperjuangkan orang lain sedang tugasmu saja masih terlantar, UAS mu masih belum aman, dan lulus dari sini saja masih menjadi angan? Saya menyarankan, rencana ini, setelah dilaunching (mengutip judul forum ini), sudahlah dibiarkan saja menjadi rencana, menjadi mimpi, mari kita tidur kembali, dan akan saya ceritakan pengalaman seram di multikampus lainnya pada masa lalu, lebih asyik dan menraik kan daripada menyusun rencana kepengurusan yang itu-itu saja dan akhirnya mentok di konsep karena sumber daya yang kurang? Hehehe

Sudahlah, biar saja kita semua terus begini, begini, dan begini saja sampai entah kapan, toh pada akhirnya ketidakberdayaan kita, ketidaknyamanan kita, hanya mentok di rencana dan semangat saja, eksekusinya? Sama seperti cerita saya di awal tadi, lebih tepat disebut sebagai mimpi saja, biarkan dia tergantung pada beringin malam bersama teteh Kunti yang setia menemani, menjadi angan dan pelan-pelan terlupakan. Lagipula, jika kita terbiasa dengan ketidaknyamanan, perlahan juga kita akan menjadikan ketidaknyamanan sebagai dimensi kenyamanan kita yang baru, begitupun dengan ketidakberdayaan, perlahan akan menjadi berdaya yang baru, dan ketidakmampuan, akan menjadi kemampuan baru dalam diri kita. Sudahlah, kita memang selalu dipandang sebelah mata, maka biarkan itu tetap demikian!!! Itu sudah fitrah kita, takdir kita, J selalu begitu, C selalu begitu, kita berbeda dan tidak berdaya!

Pernangoran takkan pernah mati katanya?
Hahaha, sudah pasti begitu, Nangor kan memang tidak pernah hidup, dan yang tidak pernah hidup, sudah pasti tidak akan pernah mati. Wish you all the best, Multikampus!

Comments

Popular posts from this blog

2023: Sebuah Rangkuman

Ode of A Farewell.

[[let's talk about love, once again]]