Bertambah Tua.

Prolog
Aku dapat yakinkan pembaca bahwa kumpulan tulisan-tulisan di dalam "Bertambah Tua" dapat kalian asumsikan sebagai karya-karya non-fiksi. Benar sekali, dalam kumpulan kali ini, aku berusaha untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran yang kuperoleh mengenai "Bertambah Tua" itu sendiri. Tentu saja pemikiranku bisa berseberangan dengan kalian, dan itu terserah kalian saja akan seperti apa menyikapinya. Selamat bertambah tua setiap detiknya, pembaca!

Tidak Bertambah Dewasa.

Akhir-akhir ini aku semakin mengaminkan pernyataan yang menegaskan bahwa bertambah tua tidak berarti bertambah dewasa. Aku merasa bahwa meskipun aku bertambah umur, perubahan-perubahan yang aku rasakan tidak sedemikian signifikan, terlebih kerap kali perubahan itu justru berkaitan dengan hal-hal buruk atau tidak penting saja. Misalnya, aku rasa semakin bertambah tua, yang berubah dariku adalah fakta bahwa aku lebih peduli pada kulit wajahku sehingga aku rutin menggunakan skincare atau sebatas kewenangan untuk menonton segala jenis film di bioskop. Mungkin, kalau boleh aku tambahkan, perubahan yang tampak jelas ketika aku bertambah tua adalah adanya perluasan batasan topik obrolan ketika bercengkerama dengan kerabat, dan perluasan itu pun hanya mengarah ke hal-hal yang tabu saja, bukan berarti membuat obrolan itu menjadi lebih berisi.

Adapun, hal-hal yang menurut pemahaman umum harusnya berubah, atau harus diubah ketika bertambah umur, justru gagal aku rubah. Misalnya saja, kita beranggapan bahwa ketika bertambah tua, maka seseorang harusnya dapat bertambah dewasa. Mungkin, jika dewasa ini dibagi menjadi dua: kedewasaan mental dan kedewasaan fisik; aku hanya bertambah dewasa secara fisik saja, tidak demikian dengan mental atau jiwaku. Sebagai buktinya, aku masih sering menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Pada hampir setiap kesempatan, aku bahkan kesulitan untuk menyusun prioritas antara menonton Liverpool bertanding atau tidur cepat supaya bangun pagi. Selain itu, berkaitan dengan kedisiplinan, tidak terhitung berapa banyaknya rencana harianku rusak berantakan hanya karena aku sedang tidak mood dan lebih memilih rebahan. Belum lagi ditambah dengan kestabilan emosi, yang katanya semakin membaik ketika umur bertambah, bagiku yang ada hanyalah semakin tidak stabil. Aku semakin sering marah-marah sendiri, atau mengalami perubahan suasana hati dari senang-sedih-marah-bangga-kecewa dan seterusnya dalam hitungan jam berulang kali.

Merujuk pada kedua fenomena di atas, tampak bahwa pertambahan umur hanya berarti sesuatu yang kuantitatif saja, sama sekali tidak menjelaskan peningkatan kualitas diri. Sebenarnya, jika diperhatikan lebih lanjut, perubahan yang aku rasakan ini lebih ke arah yang lebih "tampak menyenangkan" dibandingkan ke arah yang lebih "akan membawa kesenangan". Aku pribadi meyakini bahwa beberapa perubahan yang "akan membawa kesenangan" nantinya memang akan membawa pada kesenangan, dan oleh karena itu harus diprioritaskan dan diperjuangkan untuk dicapai. Aku pernah mendengar suatu bahasan terkait bagaimana melatih diri untuk menjadi dewasa secara mental, atau sederhananya meningkatkan kualitas diri. Dijelaskan bahwa untuk mendapatkan suatu "fitur" dalam diri yang baru, kita harus meniti beberapa langkah:
  1. Mengenal, kita perlu untuk mengenal apa yang ingin kita capai terlebih dahulu. Misalnya, kita ingin menjadi pribadi yang disiplin, maka kita harus mengenal apa itu disiplin secara bahasa dan/atau istilah. Kemampuan tertinggi yang dapat dicapai dari mengenal adalah mengetahui, yang berarti kita mengetahui apa itu disiplin secara selayang pandang
  2. Mempelajari, selanjutnya kita perlu memperdalam ilmu-ilmu atau teori berkaitan dengan sifat yang ingin kita miliki. Kembali dengan contoh disiplin, di tahap ini kita berusaha menggali hal-hal yang lebih teknis terkait disiplin seperti: tips dan trik menjadi disiplin, larangan yang harus dijauhi bila ingin menjadi disiplin, dan lainnya. Kemampuan tertinggi yang dapat dicapai dari mempelajari adalah memahami, yang ditunjukkan oleh dalamnya pengetahuan kita secara teoritis tentang disiplin
  3. Melatih diri, sudah menjadi maklum di antara kita bahwa suatu pengetahuan tidak akan pernah bisa diaplikasikan tanpa praktik dan latihan. Berkaitan dengan disiplin tadi, di tahap ini berarti kita berusaha mengaplikasikan teori yang ada dalam kehidupan secara langsung. Kita berusaha mengatur waktu kita misalnya, atau berusaha mengerjakan apa yang direncanakan sebelumnya. Melalui latihan dan praktik secara langsung ini, barulah kita dapat dikatakan bisa untuk disiplin.
  4. Bersungguh-sungguh, atau dalam istilah Islam disebut dengan mujahadah. Untuk benar-benar bisa menjadikan suatu sifat sebagai habit atau kebiasaan, yang dalam pemahaman ini berarti sesuatu yang sudah tertanam di alam bawah sadar, diperlukan kesungguhan. Berkaitan dengan disiplin, bisa untuk disiplin hanya menunjukkan bahwa kita "pernah disiplin". Disiplin kita ini hanya bersifat sementara atau sewaktu-waktu saja, bersifat diskrit, tidak terintegrasi menyeluruh menjadi suatu sifat yang berlangsung kontinu. Diperlukan suatu kesungguhan, etos bersungguh-sungguh, dan komitmen tinggi untuk selalu disiplin sebelum kita dapat mengklaim sifat tersebut benar-benar tertanam dalam diri kita. Level bersungguh-sungguh atau mujahadah ini merupakan yang tertinggi dalam proses belajar, dimana keluaran/output nya adalah lahirnya habit atau sifat istiqomah dalam menjalankan suatu sifat baik.
Dengan demikian, aku mengajak diriku sendiri dan teman-teman semuanya untuk bisa berfokus pada apa-apa yang seharusnya diubah ketika kita bertambah tua, dan menjauhi perubahan-perubahan yang membawa pada keburukan. Selanjutnya, jika memang ada semangat atau keinginan untuk menanamkan sifat-sifat baik, atau merubah diri ke arah yang lebih baik, teman-teman bisa kiranya mengaplikasikan empat tingkatan dalam belajar di atas. Selamat bertambah tua, dan juga bertambah dewasa!

Aji Mumpung dengan Baik dan Benar

Mari kita mulai tulisan ini dengan mengutip definisi dari aji mumpung sebagai berikut:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti aji mumpung adalah pemanfaatan situasi dan kondisi untuk kepenting diri sendiri selagi memegang jabatan yang memungkinkan adanya peluang untuk hal itu. Arti lainnya dari aji mumpung adalah senyampang atau selagi.

Ketika kita menyadari bahwa umur semakin bertambah, tumbuh secara simultan suatu kesadaran akan menipisnya waktu yang dimiliki di sisa hidup. Pengurangan waktu, berarti pengurangan kesempatan, dan berarti bahwa kesempatan harus semakin dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Nah, dengan begitu kerap kali muncul alasan-alasan "mumpung masih muda" di kalangan kita atau disebut dengan fenomena aji mumpung.

Jika diperhatikan lebih lanjut, kemumpungan masa muda yang kita nikmati saat ini memang benar-benar punya potensi yang luar biasa, teman-teman! Mari kita lihat diri kita, betapa sehat dan kuatnya kita saat ini. Mari kita tinjau hari-hari kita, betapa longgarnya waktu yang ada dan masih dapat diisi dengan berbagai kegiatan. Terutama sekali, mari kita renungkan permasalahan-permasalahan yang perlu kita hadapi, bandingkan dengan orang tua kita, akan terasa sangat sederhana dan sedikit. 

Dimana ada potensi, maka disitu ada kemungkinan potensi itu menjadi suatu kebaikan, atau suatu keburukan, dengan potensi yang sama besarnya. Nah, ini perlu kita perhatikan baik-baik tentunya. Setiap kita yang dianugerahi masa muda sama-sama diberikan potensi yang telah disebutkan di atas, maka kita perlu benar-benar berhati-hati dalam memanfaatkan potensi tersebut. Akan dimanfaatkan untuk apa tenaga yang kita miliki? Kemana saja larinya waktu-waktu luang yang ada? Atau berlari ke arah mana pemikiran-pemikiran kreatif kita?

Menatap Mata Bapak dan Ibu

Bila nanti kau pulang ke rumah
Sempatkan dirimu untuk duduk terpaku
Dengan Bapak, Ibu, tepat di hadapan
Mungkin juga bersama semangkuk opor ayam dan ketupat selaku kudapan
Dan tataplah empat mata di hadapanmu, dalam-dalam, diam-diam, jangan sampai ketahuan

Perhatikanlah, bukankah laju pertambahan kerut mata mereka semakin meningkat?
Atau sorot matanya, semakin layu, terasa lelah dan lemah?
Tidakkah mereka bertambah tua, 
Suaranya yang tegas kini menjadi bisik-bisik saja?

Rasakanlah, tidakkah rindunya padamu semakin tinggi dan membuncah?
Kekhawatiran mereka padamu semakin kuat, mengakar, dan merusak?
Tidakkah semakin besar beban pikiran mereka,
Karena anaknya yang sekarang semakin jauh darinya, sedang urusan mereka semakin menjadi-jadi dan menggila-gila?

Yang demikian, tidak cukupkah untuk mengetuk sanubarimu
Untuk memeluk erat mereka, memijat tubuh renta mereka, yang masih giat bekerja meskipun raga sudah menuju senja
Untuk menjenguk mereka, sekecil apapun waktu yang ada, berbicara, bercengkrama, dan bercanda tawa dengan mereka, memupus rindu dan kangen berbulan-bulan kala kita tiada pernah jumpa

Yang demikian, mengapa masih belum mampu mengubah pola pikirmu
Dari pikiran bahwa kamu lah sandwich generation hasil salah asuh mereka, sedang tiada asuhan lain yang membawamu sampai saat ini melainkan asuhan dari mereka
Dari pikiran bahwa dirimu lah korban dari rendahnya kasih sayang mereka, sedang tiada kasih dan sayang yang menyelematkan dirimu kecuali bersumber dari mereka
Dari pikiran bahwa dirimu lah yang paling utama, bahwa tiada kewajibanmu untuk membalas budi kepada mereka, sedang kamu tidak pernah bisa membalas itu semua

Yang demikian, mengapa malah membawamu kepada yang sia-sia
Dengan mencurahkan kasih sayangmu pada lawan jenis yang tiada pernah memberi manfaat selama ini, yang tiada mengenalmu sampai beberapa waktu yang lalu,
Dengan mendedikasikan waktumu untuk bertemu teman-teman, bercengkerama bersama mereka dengan topik-topik tiada artinya selama berjam-jam
Dengan mendiskreditkan keluarga, menomorduakan Bapak dan Ibu, dengan aktivitas-aktivitas yang dirasa penting, sedangkan yang demikian sejatinya tiada arti tanpa ridho dari mereka berdua

Mari kita tatap mata Bapak dan Ibu,
Manfaatkan waktu bersama mereka dengan sebaik-baiknya,
Berbakti selagi masih bisa, bahagiakan selagi mereka masih ada,
InsyaAllah, ridho Allah akan turun dari tangan-tanga mereka yang senantiasa mendoakan kebaikan bagi kita, yakinlah!
Selamat lebaran, selamat bermaaf-maafan, dan tentunya selamat makan ketupat dan opor ayam!

Comments

Popular posts from this blog

2023: Sebuah Rangkuman

Ode of A Farewell.

too fall, too love.