Untuk Tidak Menjadi Orang-Orang yang Brengsek

1. Tanah Lahir
Sejujurnya, aku benci dengan tempatku dilahirkan.
Lebih dalam lagi benciku pada tempatku dibesarkan.
Air yang kotor, udara penuh polusi, panas yang menggila setiap hari, dan tidak ada habis-habisnya isu korupsi, kolusi, dan nepotisme kerajaan feodal yang sangat amat pandang bulu itu.

Yah, aku sangat membencinya, semuanya yang dimilikinya, dikandung di dalamnya, rasa-rasanya tidak ada baik-baiknya dia selama ini padaku.

Tapi bagaimanapun juga, aku hidup di dalamnya. Menjadi seperti ini karena campur tangannya, bertahan di bumi karena disokong sana-sini sana-sini miliknya juga. Dan pada akhirnya, seburuk-buruknya dia, dia setidak-tidaknya masih cukup baik untuk memberikan orang brengsek sepertiku yang kerjanya hanya mengeluhkan keadaan untuk tetap makan, minum, dan muntab dari perutnya.

Maafkan aku, tanah lahirku, tanah tempatku besar.
Aku membencimu, sangat-sangat membencimu.
Aku jijik dengan dirimu, marah, kesal, segala-galanya perasaan negatif kuberikan padamu.
Dan terima kasih karena telah membiarkanku melakukan itu semua, juga terima kasih karena telah tetap menghidupiku meskipun aku sebrengsek itu.

2. Kesempatan
Mungkin saja kamu berada di sana, saat ini, karena mereka membutuhkanmu. Entah kamu berada di sana karena dibuang, dieksekusi, ditelantarkan, atau diasingkan dari peradaban. Semuanya pasti ada tujuannya. 

Jika mereka sangat tidak sesuai denganmu, tidak ada cocok-cocoknya denganmu, maka kamu selalu punya pilihan-pilihan: merubah dirimu, sudah pasti dan sangat amat memungkinkan; merubah mereka, sudah pasti dan sangat tidak memungkinkan; atau berubah bersama-sama, nampak sangat ideal, sulit, tapi luar biasa.

Selama memilih!

3. Kacamata Hitam
Untuk yang berkacamata hitam,
Bahkan air susu akan terlihat hitam.

Untuk yang memandang segalanya buruk,
Bahkan kasih sayang Tuhan akan tampak seperti cobaan, ujian, siksa, dan simulasi neraka.

Sebaliknya, bagi yang berkacamata putih
Bahkan air kopi tampak seperti susu.

Semuanya yang melihat segala-galanya baik,
Bahkan ujian terberat sekalipun, akan selalu tampak sebagai hikmah-hikmah Tuhan yang disembunyikan.

Kita selalu punya kesempatan untuk memakai kacamata sesuka hati, untuk melihat apa yang telah terjadi, sedang terjadi, dan mempersiapkan diri untuk apa-apa yang kelak akan terjadi.

4. Zaman Kegelapan
Misalnya saja aku terjebak di zaman kegelapan.
Sebuah zaman dimana dunia selalu gelap gulita, buta, hitam semuanya dan tidak ada yang tampak.

Mengutuk kegelapan, sekeras apapun, tidak akan membawa pencerahan sedikit apapun.

Menyalahkan zaman, seketus apapun, tidak sama sekali memberikan perubahan positif.

Tidak berganti gelap menjadi terang dengan kutukan,
Pun tidak berubah negatif ke sisi positif dengan salah-menyalahkan,

Jika gelap, bertindaklah untuk membawa terang,
Jika buruk, berbuatlah supaya datang hal-hal baik,
Kalau tidak bisa seperti itu, jauh lebih baik untuk diam!

5. Jatuh Cinta Itu Melelahkan
Cobalah kau jatuh cinta, pada apa pun, siapa pun
Lepaskan konteks status, hubungan, pokoknya jatuh cinta saja dulu, sederhanakan prosesnya

Dan rasakan begitu kau sudah jatuh,
Itu sungguh melelahkan, penuh kekhawatiran, dan ragu-ragu membingungkan. Gelisah, takut, agak-agak berubah tolol, seringkali jadi bodoh dan tidak karuan hidup jadinya.

Bukan masalah orangnya, atau barangnya, objeknya
Tidak sama sekali demikian.
Tidak ada yang salah dalam jatuh cinta,
Tidak juga ada kata mencintai orang yang salah,
Atau jatuh cinta di waktu yang salah,
Bukan begitu, hati selalu benar, dia membawamu pada apa-apa yang kamu inginkan, bukan?

Itu selalu seperti itu,
Sesederhana karena fitrahnya memang begitu.
Demikian saja jatuh cinta, sangat melelahkan.
Rasa-rasakan saja.

Kecuali,
Kau jatuh cinta pada-Nya.
Tidak percaya? Coba saja, katanya begitu.
Kalau kau sudah coba, minta testimoninya, ya!

Comments

Popular posts from this blog

2023: Sebuah Rangkuman

Ode of A Farewell.

[[let's talk about love, once again]]