Posts

Showing posts from January, 2022

Sebenarnya Aku

Sebenarnya aku, ingin sekali berkata begini-begitu Tak perlu lah kujelaskan mereka-mereka yang dimaksud Sama seperti laki-laki lainnya yang juga mencintaimu Aku ingin mengutarakan hal yang sama padamu Bahwa aku mencintaimu, menyayangimu, dan semua itu Tapi kenapa aku tidak bisa? Kenapa aku selalu didahului yang lain? Selalu saja ada mereka yang akhirnya bersamamu! Cintaku padamu ini sungguhlah tidak adil! Dia jahat, mengendalikan pikiranku, tidak bisa kulepas! Jahat, kamu jahat sekali, cintaku! Tidak, sesungguhnya aku lah yang jahat, Menyakiti diriku sendiri dengan tidak berhenti mencintai, Meskipun tahu ini seperti menguliti diri hidup-hidup!

Kutipan

"Tidak ada yang lebih pahit dari berharapnya hati kepada selain Allah SWT" (Aa Gym) "Ali bin Abi Thalib bersyukur satu kali jika apa yang diinginkannya diberi, namun ketika yang diinginkannya tidak terjadi, beliau bersyukur sepuluh kali lipat karena yang terjadi adalah pilihan Allah SWT". (Aa Gym) "Ketakwaan adalah keyakinan hati yang berbuah pada kepatuhan pada perintah Allah SWT dan pasrah pada keputusan-Nya, dan inilah nikmat serta kemuliaan yang sangat besar dari Allah SWT". (Aa Gym)

Polarisasi yang Bias

Cerita, dongeng, legenda, dan lainnya selalu bercerita bahwa kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan. Misalnya saja bajak laut akan dikalahkan oleh tentara kerajaan. Atau, pencuri diringkus oleh polisi setiap waktu. Lainnya, pecinta yang buruk dihabisi oleh pecinta yang baik hati.  Padahal, tidak selamanya seperti itu. Peluang bahwa kejahatan dikalahkan oleh kejahatan yang lebih besar juga harus ada, paling tidak seimbang. Misalnya, Belanda yang menjajah Indonesia, dihabisi oleh Jepang, yang nyatanya menjajah Indonesia dengan lebih buruk lagi. Atau, komunisme dibantai oleh tentara, yang membantai rakyat tanpa melalui penghakiman yang adil, yang korbannya lebih banyak lagi, jelaslah kejahatan ternyata kalah oleh kejahatan yang lebih buruk lagi. Begitulah, jangan terlalu mengotak-atik isi kepala kita sehingga segalanya menjadi berkutub dua, jikalau tidak buruk maka baik, dan sebaliknya. Padahal, mungkin saja jikalau tidak buruk, bukan baik, namun lebih buruk lagi.  Waspadalah dengan yang

Kelabu dan Merah Muda

Memang menyenangkan, mengetahui bahwa sel-sel kelabu di balik tengkorakmu masih ada, dan masih bekerja dengan baik buat keuntungan dirimu. Tapi, akan jauh lebih menenangkan, mengetahui bahwa segumpal daging merah muda di balik rusukmu masih ada, dan masih mampu membedakan antara: baik, buruk, beradab, dan biadab.

Berangan-angan.

Mengira-ngira Seperti Apa Hidup Hidup itu seperti tempe, tidak ada yang tahu Bisa juga seperti ember, bisa mirip sendok Kau kira-kira saja sendiri, maunya seperti apa Jangan kau repotkan aku, hidupmu toh urusanmu! Merenungi Kain Kafan Kira-kira, mengapa kafan berwarna putih? Apakah supaya bisa menutupi hitam aib pemakainya? Mengapa pula kafan tidak ada jahitannya? Apa agar mudah diriku diakses ular pemakan bangkai? Dan masih banyak lagi keanehan lain kafan ini, Mengapa harus lima lapis, tujuh lapis, diikat di tiga sampai lima ruas tubuh, mengapa, mengapa?! Ah, ah, ah, aku tidak tahu, tidak tahu, padahal harusnya aku yang memakainya saat ini mengetahuinya! Seandainya saja masalah kafan ini kupikirkan sejak masih ada ku di atas tanah, aku jadi tidak harus bingung memikirkannya lagi saat sudah di bawah seperti sekarang ini.

Bandung, Betul, Dia yang Bertanggungjawab Atas Sajak-Sajak Ini, Salahkanlah Dia!

Kartu Ucapan Dia selalu menunggu hari spesialmu Entah hari ulang tahunmu, hari wisudamu, Supaya dia bisa memberimu sebuah kartu ucapan, Diisinya kartu ini dengan ucapan selamat, doa, dan terutama: ungkapan cinta tersembunyi,  Maka terima lah kartu ucapan darinya, Bersama kata-kata di sana, ada hati di dalamnya, Maka terima lah kartu ucapannya, Dan jawablah segenggam harapan, yang terkubur di sana Alfabet Pelayan itu menumpahkan sepiring alfabet, acak-acak Kuambil dari sana, sejumlah alfabet, sejumlah namamu Yang terambil vokal semua, disusunnya; Tetap jadi namamu Lain waktu konsonan semua, disusunnya; Masih jadi namamu Selanjutnya, q, x, z, y, p, entah mengapa tanpa disusun; Yang muncul, namamu kembali Aku Pegang Tanganmu Sepanjang Jalan Itu Dan kubisikkan bahwa aku mencintaimu, Lalu kueratkan pegangan tanganku, erat-erat Dan kusampaikan bahwa aku menyayangimu, Kau senderkan bahumu di bahuku, lemah dan lembut Dan kau tanyakan padaku:  "Jika begitu, mengapa kau tidak segera menikah

Mencuci dan Tradisi Unik, Dalam Dua Pembawaan

Mencuci (1) Pernahkah kamu merasa enggan untuk melakukan suatu kegiatan, padahal itu baik, hanya karena kamu merasa aktivitas itu sangatlah merepotkan, menyebalkan, tidak praktis, atau karena alasan-alasan lainnya? Selama aku berkuliah, merantau (meskipun tidak jauh dari rumah), ada satu aktivitas yang memenuhi kriteria tersebut, yaitu mencuci pakaian. Kurang lebih selama tiga tahun berkuliah (tatap muka) yang lalu, aku hanya satu atau dua kali saja mencuci pakaian, yaitu di awal-awal kuliah, saat masih semangat-semangatnya. Setelah itu, aku selalu menitipkan pakaianku ke laundry , semuanya!  Keputusan tersebut aku ambil karena setelah satu-dua kali mencuci, aku merasa mencuci itu buang-buang waktu saja, tidak praktis, merepotkan. Lagi pula, ada fasilitas laundry di dunia ini, mengapa tidak aku memanfaatkannya saja, kan? Namun, pada kesempatan kuliah yang "kedua" ini, aku berusaha menantang diriku untuk mencoba mencuci. Mulanya, aku mencuci karena diminta Ibu, katanya cobalah

Di Antara Jatinangor dan Ganesha

Rahasia Kecil Aku ingin sekali, menceritakan a sampai z, kepadamu Lalu tidak lah aku ceritakan pada yang lain, satu pun Biarkan itu menjadi rahasia kecil kita, yang istimewa Dariku, untukmu, tidak untuk yang lain, rahasia kecilku Tolong jaga baik-baik, jangan sampai ada yang tahu, ya! Kalau kamu ingin sebaliknya, boleh saja sesukamu, oke? Bersyukur Aku melihat pria tampan bahagia, aku pikir bahagia harus tampan, sampai aku melihat pria buruk rupa yang jauh lebih bahagia Aku melihat pejabat tinggi tersenyum lebar, aku pikir tersenyum hanya untuk pejabat tinggi, hingga aku melihat pegawai rendahan tersenyum jauh lebih lebar Aku melihat pengusaha kaya raya bersuka cita, aku pikir kebanggaan muncul dari harta benda, sampai tiba waktuku melihat pengemis miskin bersuka cita jauh lebih ceria lagi Aku melihat cendekiawan cerdas berbangga hati, aku pikir kebanggaan mutlak milik otak-otak cerdas, hingga aku melihat si pandir lugu berbangga dengan kepandirannya Aku melihat, bahwa bahagia milik si

Manusia, Hati, dan Perempuan (terutama kamu).

Namanya Juga Manusia Setiap harinya, aku melihat keanehan, kegilaan Bahkan per detik, ada saja hal-hal luar biasa terjadi Dari tangan, kaki, dan terutama kepala manusia Kadang hal-hal terjadi untuk kebaikan, lainnya keburukan Sebagian besar luar biasa, lainnya biasa saja Tapi semuanya sulit untuk dirasionalisasikan Lalu pada saat-saat tertentu, aku terdiam sejenak Pada diam itu, aku bersedih, dan bingung sekali Benakku teriak, "Mengapa mereka begini, atau begitu?" Atau berbisik, "Teganya mereka, biadab sekali yang itu!" Sampai bulu kudukku berdiri, bangkit dari ketenangannya Hingga saraf-saraf otakku berhenti, linglung, mace Aku berusaha mencari alasan dan penjelasan, tidak ada Akhirnya, aku menyerah, kuserahkan saja penjelasan atas semua itu dengan kalimat:  "Yah, namanya juga manusia". Kalau mereka anjing, pasti tidak begitu, tapi begini Kalau mereka amoeba, pasti tidak begini, tapi begitu Karena mereka manusia, maka mereka begini dan begitu "Yah, n

Opini-Opini 2022

Inginnya Ku Tetap Diam Entahlah, akhir-akhir ini aku tak tertarik pada apa-apa Aku tidak bereaksi pada fenomena, baik dan buruk, tidak Komentar terpopuler, isu-isu, fyp, apa pun, tiada artinya Perkembangan orang lain, dunia kiamat, terserahlah Inginnya ku tetap diam, bergerak hanya jika diperlukan Hasratku hilang, ditelan kesendirian, sepi, dan malam Anganku, ambisiku, padam, mendung tertutup awan Mimpi dan masa depan biarkan waktu menjalankan Hujan, hujan, hujan, air-air tumpah menutupi peduliku Badai, petir, banjir, longsor, aku tidak paham kenapa! Enggan, enggan, enggan, jiwa-jiwa pasrah membeku Marah, sedih, bahagia, ironi, aku bukan aku, lalu siapa? Yang Tidak-Tidak Nikmat sekali membicarakan yang tidak ada: masa lalu yang bisa diservis ulang sesukanya, masa depan yang dipastikan kini saja supaya hasilnya sesuai ekspektasi, dan masa kini yang detailnya dalam genggaman sehingga dalam kontrol diri sendiri. Betapa andaikan alam ini hanya bagus-bagusnya saja, tiada cela: amboi indahny