Posts

Showing posts from February, 2022

Cinta, Cinta, Cinta

Keliru Bahkan Pada Hal-Hal yang Sederhana Manusia, makhluk yang lemah itu, di sana itu. Dia amatlah bodoh, sampai-sampai dia bisa keliru bahkan pada hal-hal yang mudah saja. Misalnya, tentang cinta. Kau tahu, betapa banyak mereka yang jatuh cinta dengan motif yang keliru, atau setidaknya tertukar. Mereka tidak mampu membedakan: Yang mana, Mencintai Dia karena dia, Dengan yang mana, Mencintai dia karena Dia. Lalu bagaimana membedakan antara dua itu? Simpel saja teorinya, sulit aplikasinya: Jika mencintai Dia karena dia, maka manusia-manusia itu akan lebih dekat kepada dia, ingatnya hanya kepada dia, alih-alih kepada Dia. Bahkan bukan tidak mungkin, manusia itu malah menjauh dari Dia, karena ingin dekat dengan dia, malah pergi dari Dia, demi menjemput dia. Jika memang mencintai dia karena Dia, maka manusia-manusia secara sadar akan berusaha dekat sedekat mungkin kepada Dia, alih-alih memikirkan dia terus-terusan. Bahkan, pun ketika Dia tidak menghendaki dia menjadi milik manusia itu, man

Tuhan, Maaf Aku Telah Dzalim Pada Diriku Sendiri

Berdoa Aku sibuk berdoa, memohon perihal keinginan-keinginan yang tampak menyenangkan Sampai-sampai, aku lupa bahwa Tuhan hanya memberikan apa-apa yang aku butuhkan, Dan yang demikian lah yang terbaik, lagi kelak menjadi sumber ketenangan satu-satunya QS. Al-Qasash: 24 رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." Astaghfirullahaladziim . Bersabar Bersabar tidak semudah kelihatannya, atau diucapkannya, atau terdengarnya Jauh dari itu semua, bersabar sangatlah sulit dan butuh konsistensi level tinggi Rasulullah ﷺ bersabda,  "Sabar itu ada empat macam; sabar dalam menjalankan fardu, sabar dalam menghadapi musibah, sabar menghadapi gangguan manusia, dan sabar dalam kefakiran." Bersabar lah dalam menjalani yang benar,  Bersabar untuk menjauhi yang salah,  Bersabar menangkal pengaruh buruk lingkungan,  Bersabar dalam menghadapi musibah dan kesulitan yang tampak tia

Puteri Malu dan Satria Baja Hitam.

Puisi Untuk Perempuanku Yang Malu-Malu Hai, perempuanku Dimana pun kamu saat ini, Siapa pun kamu yang sebenarnya, Kapan pun kamu tiba kepadaku, Aku ingin berpesan kepadamu: Tingkatkan lah sebisa-bisanya rasa malumu, Tutuplah wajahmu dari mereka yang bukan mahrammu, Jadikan malu-malu sebagai pelindung dirimu, Panjangkanlah tudungmu sampai menutupi dadamu, Malu lah pada kehormatan yang harus kau jaga, Longgarkan lah pakaianmu supaya tidak berlekuk dia dibuatnya mengikuti tubuhmu, Malu lah pada Tuhan Yang Mahakuasa, yang memuliakan derajatmu, Perempuanku Jauhkan dirimu dari bertemu, bercengkrama, apa pun itu dengan sejenisku yang bukan mahrammu, lindungi dirimu, aku mohon sekali! Sehingga: Semoga kau dijauhkan dari yang mengurangi hormatmu, Semoga kau dilindungi dari yang merusak keindahanmu, Semoga kau dibentengi Tuhan dari laki-laki yang menyesatkan, yang nafsunya dia umbarkan dalam kata-kata manis, ajakan-ajakan bertemu tanpa maksud yang jelas, dan yang mengikatmu dalam ikatan tanpa ta

Meriang: Merindukan Kasih Sayang

  I. Merindukan Kasih Sayang Temanku, di antara seluruh jenis manusia di muka bumi, remaja tanggung seperti kita adalah yang paling mudah meriang. Panas, dingin, berkeringat, demam, tidak jelas gejalanya, namun dirasakan setiap hari. Terkadang sudah menjaga pola tidur, makanan, rutin berolahraga, masih saja kerap tiba-tiba meriang menyerang. Rupa-rupanya, setelah kita coba perhatikan kembali, meriang ini bukanlah suatu penyakit raga, melainkan penyakit dalam hati: meriang, alias merindukan kacih chayanq .  Seringkali diri kita dihinggapi perasaan untuk mendapatkan kasih sayang, mulai dari orang tua, teman kerja, teman kuliah, tetangga, keluarga besar. Bahkan, hati ini inginnya dikasihi seluruh makhluk hidup termasuk kucing jalanan atau bunga kertas di pinggir tol. Perasaan ini selanjutnya mayoritas berakhir menjadi bumerang bagi hati dan diri kita. Harapan yang tinggi untuk dikasihi dan disayangi seringnya berakhir tragis. Mereka yang diharapkan mengasihi, ternyata sama sekali tidak pe

Sang Penulis

Prolog Kita dapat melihat banyak bertebaran cinta-cinta di muka bumi ini. Sebagaimana kata kerja lainnya, cinta memiliki subjek dan objek, yaitu yang mencintai dan yang dicintai. Melalui tulisan ini, aku berusaha untuk menuangkan pikiranku mengenai subjek dari cinta, yaitu mereka yang mencintai. Dalam hematku yang amat hemat, pada tulisan ini aku coba sampaikan perumpamaan yang ku ciptakan untuk menggambarkan jalan pikiran sang pencinta. Terlepas akurat atau tidak, setuju atau menolak, tidaklah jadi masalah karena semua tentunya hanya dari sudut pandang pribadiku. Selamat menikmati! Babak 1. Sang Penulis Teman-teman, pada suatu sore, aku terbangun dari tidur dan berpikir mengenai mekanisme jatuh cinta. Ku pikirkan bahwa sejatinya orang yang jatuh cinta itu seperti seorang penulis—apa pun yang dia tulis. Sang penulis ini berkarya dengan sebatang pena, semangkuk tinta, di atas hamparan kertas-kertas bertebaran dimana-mana.  Babak 2. Alat Menulis Pena, pena-nya adalah hati nurani tempatny

Nasehat dari Mereka

Diriku, pupuskanlah seluruh harapan dalam hatimu, bahkan kepadanya yang ke dalamnya kau terjatuh, esakanlah harapan itu hanya pada Tuhan sebab Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia." Dan peringatan dari Imam Syafi'i yang mewanti-wanti: Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan. Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain DIA. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepadaNYA. Lalu, perhatikanlah Nabi Saw. menyampaikan bahwa: "...Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu.   Dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya

Epilog

Bismillahirrahmanirrahim, Aku berlindung kepada Allah SWT dari niat yang salah dalam menuliskan pemikiran-pemikiran ini, dari riya' dan rasa ingin dipuji atau diperhatikan oleh selain-Nya. Sungguh yang demikian tiada membawa apapun kecuali keburukan bagi diri dan dosa yang setara dengan syirik kecil serta mampu menghapuskan kebaikan seperti api menghanguskan kayu. Aku berlindung kepada Allah SWT dari keburukan yang ditimbulkan oleh pemikiran-pemikiran ini, dan mengharapkan keridhoan-Nya atas publikasi ini. Sungguh merugi lah diriku jika yang demikian hanya membawa keburukan pada sahabat-sahabat di sekitarku. Adapun aku bersyukur kepada-Nya atas manfaat yang bisa dihadirkan oleh pemikiran-pemikiran ini, semoga kebaikannya menyebarluas dan menjadi jariyah atau wasiat yang menyelamatkan. Aamiin. Kepada saudara-saudara pembaca, tiada apa-apanya penulis yang menghadirkan tulisan-tulisan ini melainkan hamba Tuhan yang lemah dan penuh salah. Aku mohon dengan sangat, maafkanlah kesalahanku

Indikator

Hati sejatinya adalah sebuah indikator, Sahabatku. Dia itu seperti kertas lakmus yang membedakan antara asam dengan basa suatu larutan. Atau, seperti lampu yang mengindentifikasi level keelektrikan larutan yang sama. Perbedaannya, hati membedakan: baik dan buruk, salah dan benar, untung dan rugi, dan yang sejenisnya. Pertanyaannya: dalam uji asam basa, indikatornya adalah perubahan warna kertas lakmus; dalam uji keelektrikan, indikatornya adalah nyala dan matinya lampu; kalau hati, indikatornya apa dalam proses kategorisasinya? Begini, sepengetahuanku—dan pengetahuanku amat sangat sedikit, setidak-tidaknya ada dua indikator yang menjadi petunjuk bagi hati dalam mengambil keputusan. Oke, mari kita asumsikan aktivitas, perasaan, atau keputusan-keputusan sebagai suatu larutan yang akan diidentifikasi oleh hati baik dan buruknya. Kita lewatkan hal-hal tersebut pada hati kita, dan kita akan cek termasuk golongan mana hal-hal tersebut dengan indikator hati berikut: 1. Kedekatan. Mari kita ce

Perahu Kecil di Samudera yang Luas

Hati kita ini seperti perahu kecil, Yang berusaha berlayar di samudera luas, Dia rapuh, tidak berdaya, lemah, inkonsistensi, Sedikit saja ada gelombang, bisa karam tenggelam Ditiup angin sedikit lebih besar dari sepoi-sepoi, bisa hilang arah jauh dari tujuan Duhai, Saudaraku Pantaslah kadang hati hari ini pergi ke kanan, besoknya tersesat di kiri, lalu kita bertanya: "Loh, kok begini?!" Mudah saja bagi samudera hawa nafsu membuat kita tersesat jalan begitu, karena ya memang hati ini lemah Duhai, Saudaraku Jelaslah feasible untuk melihat kekasih (dalam konteks kekasih yang halal) pagi ini cantik sekali, sorenya kita berseru: "Wah, kamu berubah begini, sayang!" Enteng saja bagi angin-angin inkonsistensi setan berhembus merubah preferensi akan kecantikan Kini betul sekali paham kita tentang betapa lemahnya hati ini. Maka mungkin sebaik-baiknya, kita harus segera nih mencari bala bantuan, yang jauh lebih kuat. Kita perlu banget yang namanya pelindung hati, kompas penunj

Hati yang Selalu Menggantungkan Dirinya

Saudaraku, hati kita ini adalah benda yang rapuh Dia fitrahnya selalu ingin nyantel , bergantung, bersandar Terlebih-lebih lagi, sekali dia tertaut, kodratnya sulit untuk dia berlepas diri lagi Inginnya di situ saja, tidak mau melepaskan diri dengan mudah begitu saja Maka celakalah betul jika tidak bisa mengontrol hati ini supaya tidak nyantel ke tempat-tempat yang salah Hati kalau terlambat tergantung pada cinta yang salah, sudah berat melepasnya, sedang frustasi dibuatnya Menderita, Saudaraku, menderita betul Hati kalau sudah tertaut pada penilaian orang lain, sedang orang lain senangnya menghina Aduh, capek pasti diri ini, inginnya terlihat sempurna terus di mata orang lain, bingung sendiri Hati kalau berpengharapan pada harta benda, sedang diri sedang ditimpa kesulitan rezeki Astaghfirullahaladziim, pasti berat betul isi kepala, rasanya ingin putus asa dan mati saja Lalu bagaimana, dong !  Harus digantungkan kemana hati ini? Dimana tempat yang ketika digantungkan oleh hati, maka ha

Berdamai dan Berikhlas Diri seperti Pohon

Coba saja, jika hati bisa mudah untuk berdamai Setiap takdir yang hadir, baik atau buruk,  Hati ini bisa berdamai, jika baik maka bersyukur, jika buruk maka bersabar. Indah, aku yakin akan indah rasa dan aroma hidup ini. Seandainya, bila hati bisa ramah dengan kata ikhlas Setiap keburukan yang tertuju, atau budi tiada berbalas, Hati ini selalu ikhlas menerimanya, menyerahkan pada Allah segala urusan yang tidak dia ketahui alasannya Nyaman, aku yakin akan nyaman diri ini dalam bernafas. Ya, bila saja hati ini seperti pohon yang mengikhlaskan daun-daun jatuhnya, yang meranggas di kala kemarau, tidak mengutuk angin karena membuat dirinya botak tidak rata. Karena tahu dengan meranggas itu dia justru bertahan hidup di tengah kemarau panjang. Atau bila saja hati ini seperti pohon, lagi-lagi dia, yang tiada benci dan marah ketika buah hasil jerih payahnya menumbuhkan, diambil dan dimakan begitu saja sedang dia tidak diupah apa-apa. Karena paham betul sejatinya dengan diambil buahnya maka diri

Equilibria

Ternyata, menjadi yang "paling", "the most" Itu bukanlah yang "the most difficult". Justru, menjadi "biasa-biasa saja", "ordinary" Itu yang paling sulit untuk dilakukan, direalisasikan Mencintai sesuatu, seseorang, dengan "B aja", Atau membenci sesuatu, seseorang, dengan "B aja", Nah, yang itu-itu dia yang sulit Kenapa? Karena hati ini seringnya condong, Entahlah condong ke Barat atau ke Timur,  Berada di pertengahan itu yang justru butuh usaha, butuh kontrol. Hati ini seringnya seperti neraca sayur: Kalau tidak berlebih-lebihan maka berkurang-kurangan, sulit betul jadi pas antara dua sisi dari neraca itu, Hati ini seringnya: Kalau sudah suka ria, berhura-hura, melampaui batas Jika berduka cita, galau bombai, melampaui batas Adapun Tuhan, sesungguhnya amat mencintai mereka yang membatasi diri atas segala sesuatu Mencoba mencapai equilibria dalam segala takdir yang Dia berikan kepada kita, supaya menjaga hati kita Dan

Curhatku Kepada-Nya Tentang Dirinya

Bismillahirrahmaanirrahiim. Ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah hamba-Mu yang penuh dengan dosa dan kesalahan ini. Ya Allah, ampunilah diri ini yang tidak pernah bisa fokus dalam beribadah kepada-Mu. Tanpa ampunan dari-Mu, entah bagaimana aku bisa selamat dari api neraka. Sungguh, kalau lah dosaku seperti kegelapan maka hatiku ini sudah gelap gulita, tiada cahaya kecuali karena rahmat dan ampunan dari-Mu. Tolong, tolong ampuni hamba-Mu ini, Ya Allah. Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, di dalam genggamanmu lah hati setiap hamba, di dalam kendalimu lah seluruh perasaan dalam dada ini. Segala cinta, benci, kasih, marah, adalah darimu sebagai bentuk ujian bagiku. Ya Allah, aku tidak tahu apa yang telah merasuki hatiku ini, aku bingung, bingung, lelah, perasaan itu membuatku lemah. Perasaan itu, yang hadir lama sekali, entah bagaimana terus mengendap di dalam hati dan pikiran. Aku coba untuk singkirkan, tapi dia datang lagi, aku coba hapus semuanya, tapi dia kembali lagi.  Ya Al